PERKEMBANGAN ILMU JIWA AGAMA PADA LANSIA
Mata
Kuliah : Ilmu Jiwa Agama
Dosen
Pengampuh : Karliana Indrawati. M.Pd.I
Disusun
Oleh
Nama : Farezi
Nim : 622014035
Kelas : A
Jam
pelajaran : 08:30
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2016/2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan makhluk eksploratif, karena manusia memiliki kemampuan untuk
mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia disebut makhluk
potensial, karena pada diri manusia tersimpan seumlah kemampuan bawaan yang dapat
dikembangkan. Dalam suatu periode hidup manusia, terdapat fase-fase tertentu
yang harus dilewati antara lain, fase prenatal, bayi baru lahir, masa bayi,
masa kanak-kanak, masa anak-anak, masa puber, masa remaja, masa
dewasa, masa madya, dan usia lanjut. Salah satu fase yang paling sering
dibicarakan dan menarik perhatian para psikologi adalah fase fase madya dan
usia lanjut. Hal ini dikarenakan timbulnya karakter dan kebiasaan unik yang
dimiliki seseorang ketika memasuki usia lanjutyaitu berkisaran umur 70-100
tahun atau sampai meninggal.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apakah pengertian dari usia lanjut ?
b.
Bagaimana perkembangan agama pada masa usia lanjut?
c. Apa sajakah ciri-ciri keagamaan pada usia
lanjut?
d. Bagaimanakah keadaan kematangan keagamaan pada
masa usia lanjut?
e. Bagaimanah perlakuan terhadap manusia usia
lanjut menurut Islam?
f. Bagaimanakah cara bersikap kepada manusia usia
lanjut?
C. Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari usia lanjut
b. Perkembangan agama pada masa usia lanjut
c. Ciri-ciri keagamaan pada usia lanjut
d. Keadaan kematangan keagamaan pada masa usia
lanjut
e. Perlakuan terhadap manusia usia lanjut menurut
Islam
f. Cara bersikap kepada manusia usia lanjut
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Usia Lanjut
Periode selama usia lanjut, ketika kemunduran fisik dan mental terjadi
secara perlahan dan bertahap dan dikenal sebagai “senescence” yaitu masa proses
menjadi tua. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang,
yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari pada periode
terdahulu[1] Didalam “gerontology” (ilmu yang mempelajari lanjut usia) lanjut usia
dibagi menjadi dua golongan, yaitu “young old”(65-74) dan “old-old” (diatas 75
tahun). Dari kesehatan mereka dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok “well
old” (mereka yang sehat dan tidak sakit apa-apa) dan “sick old” (mereka yang
menderita penyakit dan memerlukan pertolongan medis dan psikiatris). Kebutuhan
akan kesehatan bagi kelompok “sick old” ini semakin besar, sehingga didunia
kedokteran berkembang spesialisasi yang dinamakan “geriatry” baik dari aspek
medis (fisik) maupun kejiwaan (psikiatris).[2]
Erik Erikson menyatakan bahwa manusia lanjut usia (manula) berada pada
tahapan terakhir dari tahapan siklus. Menurut Ericson lanjut usia digambarkan
sebagai konflik antara integritas (yaitu rasa puas) yang tercermin selama hidup
yang tidak berarti. Lanjut
usia sebenarnya merupakan masa dimana seseorang merasakan kepuasan dari
hasil yang diperolehnya, dan menikmati hidup bersama anak dan cucu, merasa
bahagia karena telah memberi sesuatu bagi generasi berikutnya. Bagi para lanjut
usia hendaknya mampu mengatasi cidera “narcissism”(kecintaan pada diri
sendiri), terlebih-lebih manakala mereka kehilangan dukungan atau perhatian
dari orang-orang disekitarnya. Apabila pada manula tidak mampu memelihara dan
mempertahankan harga dirinya maka akan timbul rasa tegang, cemas, takut,
kecewa, sedih, marah, putus asa dan sebagainya. Terjadi konflik pada manula yaitu dengan pelepasan kedudukan dan
otoritasnya, serta penilaian terhadap kemampuan, keberhasilan, kepuasan yang
diperoleh sebelumnya. Hal ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Dari
beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian usia lanjut adalah usia penutupan dimana pada usia ini
teradinya suatu kemunduran dari segi fisik ataupun mental dalam rentan hidup
seseorang yang mana dimulai pada usia enam puluh sampai sampai mati.
B. Perkembangan Agama Pada Usia
Lanjut
Proses perkembangan manusia setelah dilahirkan secara fisiologis semakin
lama menjadi lebih tua. Dengan bertambahnya usia, maka jaringan-jaringan dan
sel-sel menjadi tua, sebagian regenerasi dan sebagian yang lain akan mati. Usia
lanjut ini biasanya dimulai pada usia 65 tahun. Pada usia lanjut ini biasanya
akan menghadapi berbagai persoalan. Persoalan awal dapat digambarkan sebagai berikut: Pada usia lanjut terjadi penurunan kemampuan fisik aktivitas menurun sering mengalami gangguan
kesehatan mereka cenderung kehilangan semangat.[3]
Kehidupan keagamaan pada usia lanjut menurut hasil penelitian psikologi
agama ternyata meningkat. Dari sebuah penelitian dengan sample 1.200 orang
berusia antara 60-100 tahun menunjukkan bahwa ada kecenderungan untuk menerima
pendapat keagamaan yang semakin meningkat. Sementara pengakuan terhadap
realitas tentang kehidupan akhirat baru muncul sampai 100% setelah usia 90
tahun. Ada beberapa
pandangan yang menyatakan hal-hal yang menentukan sikap keagamaan pada manusia
di usia lanjut, diantaranya sebagai berikut:
1. Seringkali
kecenderungan meningkatnya kegairahan dalam bidang keagamaan ini dihubungkan
dengan penurunan kegairahan seksual. Menurut pendapat ini manusia usia lanjut
mengalami frustasi dalam bidang seksual sejalan dengan penurunan kemampuan
fisik. Frustasi semacam ini dinilai sebagai satu-satunya factor yang membentuk
sikap keagamaan. Pendapat ini disanggah oleh Thouless, yang beranggapan bahwa
pendapat tersebut terlalu dilebih-lebihkan.
2. Menurut
William James, usia keagamaan yang luar biasa tampaknya justru terdapat pada
usia lanjut, ketika gejolak kehidupan seksual sudah berakhir. Pendapat tersebut
diatas sejalan dengan realitas yang ada dalam kehidupan manusia usia lanjut
yang semakin tekun beribadah. Mereka sudah mulai mempersiapkan diri untuk bekal
hidup di akhirat kelak.
3. Dalam
penelitian lain menyatakan bahwa yang menentukan sikap keagamaan di usia lanjut
diantaranya adalah depersonalisasi. Penelitian ini diantaranya dilakukan oleh
M. Argyle dan Elle A. Cohen.[4]
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan agama pada usia
lanjut itu terjadi atau biasanya dimulai pada usia 65 tahun, bahwasannya pada usia-usia
tersebut menunukkan kecenderungan menerima pendapat keagamaan semakin
meningkat.
C. Ciri-ciri
Keagamaan Pada Usia Lanjut
Secara garis
besar ciri-ciri keberagamaan diusia lanjut adalah:
1. Kehidupan
keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan.
2. Meningkatnya
kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
3. Mulai muncul
pengakuan terhadap realistis tentang kehidupan akhirat secara lebih
sungguh-sungguh.
4. Sikap
keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama manusia,
serta sifat-sifat luhur.
5. Timbul rasa
takut kepada kematian yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya.
6. Perasaan
takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap
keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat).[5]
D. Kematangan
Beragama Pada Usia Lanjut
Kematangan
atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukakan dengan kesadaran
dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan beragama yang dianutnya
dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.[6]
Seseorang yang matang dalam beragama bukan hanya memegang teguh paham
keagamaan yang dianutnya dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dengan
penuh tanggung jawab, melainkan kadang-kadang dibarengi dengan pengetahuan
keagamaan yang cukup mendalam. Jika kematangan beragama telah ada pada diri
seseorang, segala perbuatan dan tingkah laku keagamaannya senantiasa
dipertimbangkan betul-betul dan dibina atas rasa tanggung jawab,bukan atas dasar
peniruan dan sekedar ikut-ikutan saja. Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Karena
tingkat kematangan beragama juga merupakan suatu perkembangan individu, hal itu
memerlukan waktu, sebab perkembangan kepada kematangan beragam tidak terjadi
secara tiba-tiba. Pada dasarnya terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya
hambatan:[7]
1. Faktor diri sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua: kapasitas diri dan
pengalaman. Kapasitas ini merupakan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran
itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan dan kurang
berkemampuan. Bagi mereka yang mampu menerima dengan rasionya, akan menghayati
dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut dengan baik, penuh
keyakinan dan argumentative, walaupun apa yang harus dilakukan itu berbeda
dengan tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat mereka. Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang
keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan aktivitas
keaagamaan. Namun, bagi mereka yang mempunyai pengalamanan sedikit dan sempit,
ia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan pada
hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan
stabil.
2. Faktor luar
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi
lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah
justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah ada.
Faktor-faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima.
Kultur masyarakat yang dikuasai tradisi tertentu dan berjalan secara turun
temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, kadang-kadang terasa oleh
sebagian orang sebagai suatu belenggu yang tidak pernah selesai. Seringkali
tradisi tersebut tidak diketahui dari mana asal-usul dan sebab musababnya,
mulai kapan ada dan bagaimana ceritanya. Memang untuk tradisi-tradisi tertentu mungkin perlu dikembangkan dan
dilestarikan. Namun pada bagian lain, terdapat tradisi-tradisi tertentu yang
perlu penjelasan, sehingga tidak menimbulkan anggapan kontradiktif pada
sementara orang, antara ajaran agama di satu pihak dengan kenyataan yang
berlainan di pihak lain. Seseorang yang semenjak kecil telah dicekam oleh
tradisi yang kurang dimengerti oleh orang itu sendiri, maka hal itu akan
mempengaruhi terhadap perkembangan rasa keagamaannya pada masa yang akan
datang. Oleh sebab itu, pendidikan yang diterima seseorang dari keluarga yang
menghasilkan kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam kehidupan beragama
seseorang, biasanya akan sulit sekali untuk diadakan perubahan ke arah yang
lebih sempurna. Namun, jika pendidikan yang diterima seseorang dari jenjang
lembaga berikutnya tidak terlalu banyak mengarahkan kearah yang lebih baik dan
sempurna, hal itu akan menjadi hambatan pada masa berikutnya. Berkaitan dengan sikap keberagamaan, William Starbuck, sebagaimana
dipaparkan kembali oleh William james, mengemukakan dua buah faktor yang
mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu :
1. Faktor
intern, terdiri dari :
a)
Temperamen
Tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu memegang peranan
penting dalam sikap beragama seseorang. Seseorang yang melankolis, misalnya,
akan berbeda dengan orang yang berkepribadian dysplastis dalam sikap dan
pandangannya terhadap agama. Hal demikian juga akan mempengaruhi seseorang
dalam kematangan beragama.
b)
Gangguan
Jiwa
Orang yang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam sikap dan
tingkah lakunya.Tindak-tanduk keagamaan dan pengalaman keagamaan seseorang yang
ditampilkan tergantung pada gangguan jiwa yang mereka rasakan.
c)
Konflik dan
Keraguan
Konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi sikap seseoarng terhadap agama,
seperti taat, fanatic, agnotis, maupun ateis.
d)
Jauh dari
Tuhan
Orang yang hidupnya jauh dari
Tuhan akan merasa dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup, terutama saat
menghadapi musibah.
2. Faktor Ekstern yang mempengaruhi sikap keagamaan secara mendadak
a)
Musibah
Seringkali musibah yang sangat
serius dapat mengguncangkan seseorang,dan kegoncangan tersebut seringkali
memunculkan kesadaran, khususnya kesadaran keberagamaannya. Mereka merasa
mendapatkan peringatan dari Tuhan.
b)
Kejahatan
Orang yang hidup dalam
kejahatan pada umumnya mengalami guncangan batin dan rasa berdosa.Perasaan
tersebut mereka tutupi dengan perbuatan kompensif, seperti meluapakan dengan
berfoya-foya dan sebagainya.Dapat pula orang tersebut melampiaskannya dengan
tindakan brutal.pemarah dan sebagainya. Sering pula perasaan yang fitri
menghantui dirinya,yang kemudian membuka kesadarannya untuk bertobat, yang pada
akhirnya akan menjadi penganut agama yang taat dan fanatik.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa suatu kematangan agama pada usia lanjut tidak terjadi secara
tiba-tiba karena terjadinya suatu
hambatan-hambatan sehingga kematangan keagamaan terganggu, hambatan-hambatan
tersebut ada yang datangnya dari diri sendiri dan adapula yang datangnya dari
luar, dua hambatan tersebut ini yang menyebabkan terhambatnya terjadinya kematangan keagamaan pada lansia.
E. Perlakuan terhadap Usia Lanjut Menurut Islam
Menurut Lita L Atkison, sebagian besar orang-orang yang berusia lanjut
(usia 70-79th) menyatakan tidak merasa dalam keterasingan dan masih menunjukkan
aktifitas yang positif. Tetapi perasaan itu muncul setelah mereka memperoleh
bimbingan semacam terapi psikologi. Kajian psikologi berhasil mengungkapkan bahwa di usia melewati setengah
baya, arah perhatian mereka mengalami perubahan yang mendasar. Bila sebelumnya
perhatian diarahkan pada kenikmatan materi dan duniawi, maka pada peralihan ke
usia ini, perhatian mereka tertuju kepada upaya menemukan ketenangan bathin.
Sejalan dengan perubahan itu maka masalah-masalah yang berkaitan dengan
kehidupan akhirat mulai menarik perhatian mereka.
Perubahan orientasi ini diantaranya disebabakan oleh psikologis. Disatu
pihak kemampuan fisik pada usia lanjut sedang mengalami penurunan. Sebaliknya
dipiahak lain memiliki khasanah pengalaman yang kaya. Kejayaan mereka dimasa
lalu yang pernah diperoleh sedang tidak lagi memperoleh perhatian karena secar fisik mereka dinilai sudah lemah. Kesenjangan ini menimbulkan gejolak dan
kegelisahan-kegelisahan bathin.
Apabila gejolak-gejolak tidak dapat dibendung lagi maka muncul gangguan
kejiwaan, seperti stress, putus asa, ataupun pengasingan diri dari pergaulan
sebagai wujud rasa rendah diri. Dalam kasus-kasus seperti ini umumnya dapat
difungsikan dan diperankan sebagai penyelamat. Sebab melalui ajaran pengalaman
agama, manusia usia lanjut merasa memperoleh tempat bergantung. Fenomena adanya
para pejabat pensiunan seperti ini sudah jamak terlihat diakhir-akhir ini.
Sebagai dalam memberi perlakuan yang baik pada kedua orang tua
F. Cara Bersikap Pada Manusia Usia Lanjut
Dalam lingkungan peradaban Barat, upaya untuk memberi perlakuan manusiawi
kepada para manusia usia lanjut dilakukan dengan menempatkan mereka dipanti
jompo. Di panti ini para manusia usia lanjut itu mendapat perawatan yang
intensif. Sebaliknya, di lingkungan keluarga, umumnya karena kesibukan, tak
jarang anak-anak serta sanak keluarga tak berkesempatan untuk memberikan
perawatan yang sesuai dengan kebutuhan para manusia usia lanjut tersebut.
Tradisi keluarga Barat umumnya menilai penempatan orang tua mereka ke
panti jompo merupakan cerminan dari kasih saying anak kepada orang tua.
Sebaliknya, membiarkan orang tua yang berusia lanjut tetap berada di lingkungan
keluarga cenderung dianggap sebagai menelantarkannya. Lain halnya dengan konsep yang dianjurkan oleh islam. Perlakuan
terhadap manusia usia lanjut dianjurkan seteliti dan seteladan mungkin.
Perlakuan terhadap orang tua yang berusia lanjut, dibebankan pada keluarga
mereka, bukan kepada badan atau panti asuhan, termasuk panti jompo. Perlakuan
terhadap orang tua menurut tuntunan islam berawal dari rumah tangga. Allah
menyebutkan pemeliharaan secara khusus orang tua yang sudah lanjut
usia dengan memerintahkan kepada anak-anak mereka dengan kasih sayang. Penjelasan ini menunjukkan bahwa perlakuan terhadap manusia usia lanjut
menurut islam merupakan kewajiban agama, maka perbuatan menempatkan orang tua
dipanti jompo merupakan tindakan tercela yang dilakukan oleh seorang anak.
Kesimpulan
Dari makalah yang dijabarkan diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa usia lanjut adalah usia dimana seseorang akan mengalami
kemunduran fisik dan mental yang terjadi secara perlahan dan bertahap dan
dikenal sebagai “senescence” yaitu masa proses menjadi tua. Adapun secara umum
mengatakan bahwa usia lanjut ini dimulai pada usia 65 tahun. Dalam perkembangan
usia lanjut ini akan terjadi penurunan kemampuan fisik yang menyebabkan
aktivitas menurun, sering mengalami gangguan kesehatan hingga mereka akan
cenderung kehilangan semangat.
Adapun ciri-ciri keagamaan pada usia lanjut diantaranya, Kehidupan
keagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat kemantapan, Meningkatnya
kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan, Mulai muncul pengakuan
terhadap realistis tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh,
Sikap keagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta antar sesama
manusia, serta sifat-sifat luhur, Timbul rasa takut kepada kematian yang
meningkat sejalan dengan pertambahan usia lanjutnya, Perasaan takut kepada
kematian ini berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan
kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat).
Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukakan
dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan beragama
yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya. Pada dasarnya terdapat
dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan dalam menuju rasa keagamaan usia
lanjut yakni factor intern (dalam diri), dan ekstern (dari lingkungan).
Di dalam Islam Perlakuan terhadap manusia usia lanjut dianjurkan
seteliti dan seteladan mungkin. Perlakuan terhadap orang tua yang berusia
lanjut, dibebankan pada keluarga mereka, bukan kepada badan atau panti asuhan,
termasuk panti jompo. Sehingga merawat orang tua dalam usia lanjut merupakan
kewajiban bagi anak-anak maupun sanak keluarganya, yakni dengan cara-cara yang
diajarkan di dalam alQur’an dan Sunnah Rasul.
Daftar Pustaka
Heni, Narendrany Hidayati. 2007. Psikologi Agama. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Hafi Anshari. 1991. Dasar-dasar Ilmu Jiwa Agama, Surabaya : Usaha Nasional.
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar