PAI Sebagai Pembelajaran Nilai :
Hakikat Pendidikan Nilai dan
Pendidikan Agama Islam
Mata Kuliah
Ilmu Jiwa Belajar
Dosen Pembimbing : Azwar Hadi, M.Pd.I
Di susun oleh :
Kelompok 3
Farezi
( 622014035 )
Aji Wahyu Ramadhan ( 622014028 )
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN
AJARAN 2016/2017
A.
Pendahuluan
Relevansi
antara nilai dengan pendidikan sangat erat. Nilai dilibatkan dalam setiap
tindakan pendidikan, baik dalam memilih mapun dalam memutuskan setiap hal untuk
kebutuhan belajar. Melalui persepsi nilai, guru dapat mengevaluasi siswa.
Demikian pula sebaliknya, siswa dapat mengukur kadar nilai yang disajikan guru
dalam proses pembelajaran. Masyarakat juga dapat merujuk sejumlah nilai
(benar salah, baik-buruk, indah-tidak indah) ketika mereka mempertimbangkan
kelayakan pendidikan yang dialami oleh anaknya.
Secara
singkat dapat dikatakan bahwa dalam bentuk persepsi, sikap, keyakinan dan
tindakan manusia dalam pendidikan, nilai selalu disertakan. Bahkan melalui
nilai itulah manusia dapat bersikap kritis terhadap dampak-damapak yang
ditimbulkan pendidikan—termasuk pendidikan agama Islam. Di sisi lain, nilai
juga diposisikan sebagai muatan pendidikan. Bahkan, sebagai media kritik bagi
setiap orang yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholders) dalam
mengevaluasi proses dan hasil pendidikan.
B. Hakekat Pendidikan Nilai PAI
Sebelum
menjelaskan definisi pendidikan nilai, ada baiknya dijelaskan definisi
pendidikan dan nilai. Karena pada pendidikan nilai dirumuskan dari dua
pengertian dasar yang
terkandung dalam term pendidikan dan term nilai. Term pendidikan
secara etimologi berasal dari bahasa Inggris “education”, yang akar
katanya berasal dari bahasa Latin “educere” berarti memasukkan
sesuatu. Barangkali yang dimaksud adalah memasukkan ilmu ke kepala seseorang.[1] Jadi
di sini ada tiga hal yang terlibat, yaitu: ilmu, proses memasukkan dan kepala
orang kalaulah ilmu itu memang masuk ke kepala. Dalam bahasa Arab, menurut
Zakiah Daradjat[2]
pendidikan berasal dari kata “Tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”.
Kata kerja “rabba” sudah digunakan sejak zaman nabi Muhammad saw.
seperti terlihat dalam al-Quran: Artinya: “Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku waktu kecil”. (QS. Al-Isra: 24). Tentang nilai,
secara etimologi berasal dari kata value dalam bahasa Arab al-Qiyamah dalam bahasa Indonesia berarti nilai.[3]
Dalam bahasa Latin (berguna, mampu, akan, berdaya, berlaku dan kuat)
termasuk dalam kajian filsafat. Jadi pada hakekatnya, nilai adalah sifat atau
kualitas yang melekat pada obyek, bukan obyek itu sendiri. Sesuatu dikatakan
mengandung nilai jika memiliki sifat atau kualitas yang melekat padanya. Dengan
demikian, nilai adalah suatu keyataan ‘tersembunyi’ di balik
kenyataan-kenyataan lainnya. Nilai ada karena adanya kenyataan-kenyataan lain
sebagai pembawa nilai.
Menilai
berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang
lain, untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan
nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar,
baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Sesuatu dikatakan mempunyai nilai
apabila berguna/berharga (nilai kegunaan), benar (nilai kebenaran), baik (nilai
moral, dan etika), religius (nilai agama). Dari definisi tentang pendidikan dan
nilai yang beragam, maka berimplikasi pada beragamnya definisi pendidikan
nilai—jika digabungkan, yang beragam pula. Misalnya dikemukakan oleh
Sastrapratedja yang dikutip oleh Kaswardiyang dimaksud dengan
pendidikan nilai adalah penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada diri
seseorang.[4]
Dalam pengertian yang
sama Mardiatmadja sebagaimana dikutp oleh Rohmat Mulyana mendefinisikan
pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan
mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan
hidupnya. Dua
ahli pendidikan itu memiliki pandangan yang sama bahwa pendidikan nilai tidak
hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran,
tetapi mencakup pula keseluruhan proses pendidikan. Dari definisi di atas dapat
ditarik suatu definisi pendidikan nilai yang mencakup keseluruhan aspek sebagai
pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran,
kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan
pembiasaan bertindak yang konsisten. Jika definisi ini direlevansika dengan
Pendidikan Agama Islam, tentu pengajaran atau bimbingan tentang nilai yang
akan ditanamkan kepada peserta didik adalah penanaman nilai melalui PAI.
C. Ruang
Lingkup Pendidikan Nilai dalam PAI
Ruang
lingkup PAI meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia
dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama, hubungan manusia dengan makhluk
lain dan linkungannya. Adapun ruang lingkup bahan pelajaran PAI, meliputi tujuh
unsur pokok, yaitu Keimanan, Ibadah, Al-Qu’ran, Akhlaq, Muamalah, Syariah, dan
Tarikh.
D. Dasar Pendidikan Nilai PAI
PAI memiliki dua sumber/dasar dalam
pelaksanaan aktivitasnya, yaitu:
1.
Dasar/Sumber Ideal
Dasar/sumber
ideal PAI adalah: 1) al-Quran, 2) al-Hadits, 3) Kata-kata sahabat, 4)
kemasyarakatan ummat (sosial), 5) Nilai-nilai dan adat kebiasaan masyarakat dan
6) Hasil pemikiran para pemikir Islam. Keenam dasar ideal tersebut merupakan
hierarki yang tidak dapat diubah susunannya, walaupun hakekatnya keseluruhan
dasar itu telah mengkristal dalam al-Quran dan Hadits.
2.
Dasar/Sumber Operasional
Dasar
operasional PAI adalah merupakan dasar yang terbentuk sebagai aktualisasi dari
dasar ideal. Menurut Hasan Langgulung, dasar operasional dari PAI adalah:
a) Dasar Historis, yaitu
dasar yang memberikan persiapan kepada pendidik dengan hasil-hasil pegalaman
masa lalu, undang-undang dan peraturan-peraturannya, batas-batas dan
kekurangan-kekurangannya.
b) Dasar Sosial, yaitu dasar
yang memberikan kerangka budaya yang pendidikannya itu bertolak dan bergerak.
Seperti memindah budaya, memilih dan mengembangkannya.
c) Dasar Ekonomi, yaitu
dasar yang memberikan perspektif tentang potensi-potensi manusia dan keuangan,
materi dan persiapan yang mengatur sumber-sumbernya dan bertanggung jawab
terhadap anggaran pembelajaran.
d) Dasar Politik dan
Administrasi, yaitu dasar yang memberikan bingkai
ideologi (aqidah) dasar, yang digunakan sebagai dasar bertolak untuk
mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
e) Dasar Psikologi, yaitu
dasar yang memberikan informasi tentang watak pelajar-pelajar, guru-guru, cara-cara
terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian serta pengukuran dan bimbingan.
f) Dasar Filosofis, yaitu
dasar yang memberikan kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah satu sistem,
mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.[5]
E. Tujuan Pembelajaran Nilai PAI
Apabila
pendidikan kita dipandang sebagai suatu proses, maka prose tersebut akan
berakhir pada tercapainya tujuan pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai
oleh pendidikan, pada hakekatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal
yang terbentuk dari dalam pribadi manusia yang diinginkan. Ahmad D. Marimba menjelaskan, bahwa tujuan akhir
biasanya dirumuskan secara padat dan singkat, seperti “terbentuknya
kepribadian muslim” [6] Pendidikan agama Islam dalam
realisasi pengajarannya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu adalah
untuk meningkatkan ketaqwaan siswa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, artinya
menghayati dan mengamakan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial kemasyarakatan dan menjadi
warga negara yang baik. Tujuan ini secara berjenjang harus tercermin secara
hirarkhis pada tujuan institusional (kelembagaan), tujuan kurikuler bidang studi tertentu, misalnya PAI, Standar kompetensi
pokok bahasan tertentu sampai kepada KD dan indikatornya.
1.
Peran Pembelajaran Nilai dalam
Pendidikan Nasional
Rendahnya
mutu pendidikan nasional tidak hanya disebabkan oleh kelemahan pendidikan dalam
membekali kemampuan akademis kepada peserta didik. tetapi secara umum persoalan
itu muncul karena pendidikan nilai selalu menghadapi sejumlah tantangan yang
kian hari kian kompleks. Beberapa penyebab itu antara lain; Pertama, masih
kukuhnya pengaruh paham behaviorisme dalam sistem pendidikan kita. Kedua,
kapasitas mayoritas pendidik kita dalam mengangkat struktur dasar bahan ajar
masih relatif rendah. Ketiga, Tuntutan zaman yang makin pragmatis. Keempat,
terdapat sikap dan pendirian yang kurang menguntungkan bagi tegaknya
demokratisasi pendidikan. Kendala-kendala itu harus menjadi dasar pertimbangan
pembaharuan pendidikan kita yang cenderung sedang mengalami pergeseran makna
pendidikan ke pengajaran.
2.
Peran Pembelajaran Nilai dalam PAI
PAI
dapat dimaknai dari dua sisi, yaitu: Pertama, ia dipandang sebagai sebuah mata
pelajaran seperti dalam kurikulm sekolah umum (SD, SMP, SMA). Kedua, ia berlaku
sebagai rumpun pelajaran yang terdiri atas mata pelajaran Aqidah-Ahlaq, Fiqh,
Quran-Hadits, SKI, dan Bahasa Arab seperti yang diajarkan di Madrasah (MI, MTs
dan MA, Sebagai mata pelajaran PAI memiliki
peranan penting dalam penyadaran nilai-nilai agama Islam kepada peserta didik.
Muatan mata pelajaran yang mengandung nilai, moral, dan etika agama menempatkan
PAI pada posisi trdepan dalam pengembangan moral beragama peserta didik. Hal
itu berimplikasi pada tugas-tugas guru PAI yang kemudian dituntut lebih banyak
perannya dalam penyadaran nilai-nilai keagamaan. Muatan inti PAI adalah nilai-nilai
kebenaran dan kebaikan juga
keindahan yang berasal dari wahyu.
3.
Peran Pembelajaran Nilai dalam IPA
dan Matematika
Pada
dasarnya setiap proses pendidikan menyertakan nilai dengan beragam jenis dan
intensitasnya. Pembelajaran PAI dan Matematika perlu diarahkan pada pencapaian
tujuan pendidikan yang berdiversifikasi. Beberapa tujuan yang harus dicapai
dalam pendidikan IPA dan Matematika adalah: membangkitkan peserta didik
agar memiliki dorongan untuk tahu dan paham, memiliki kemampuan mengumpulkan
data, menemukan makna,berpikir logis, memilih alternatif pilihan beserta
akibatnya, memahami manusia pada posisi yang manusiawi dan menghargai perbedaan
pendapat Nilai perlu diperluas dan diperkaya. Demikian pula aktifitas pembelajaran
perlu diarahkan pada pemahaman dan pengalaman nilai-nilai yang secara langsung
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan
Term pendidikan
secara etimologi berasal dari bahasa Inggris “education”, yang akar
katanya berasal dari bahasa Latin “educere” berarti memasukkan
sesuatu. Barangkali yang dimaksud adalah memasukkan ilmu ke kepala seseorang. Jadi di sini ada tiga hal yang
terlibat, yaitu: ilmu, proses memasukkan dan kepala orang kalaulah ilmu itu
memang masuk ke kepala. Dalam bahasa Arab, menurut Zakiah Daradjat pendidikan
berasal dari kata “Tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”.
Kata kerja “rabba” sudah digunakan sejak zaman nabi Muhammad saw. , nilai adalah sifat atau kualitas
yang melekat pada obyek, bukan obyek itu sendiri. Sesuatu dikatakan mengandung
nilai jika memiliki sifat atau kualitas yang melekat padanya. Dengan demikian,
nilai adalah suatu keyataan ‘tersembunyi’ di balik kenyataan-kenyataan lainnya.
Nilai ada karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai. Sedangkan Ruang lingkup PAI meliputi
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah,
hubungan manusia dengan sesama, hubungan manusia dengan makhluk lain dan
linkungannya.
PAI
memiliki dua sumber/dasar dalam pelaksanaan aktivitasnya, yaitu: Dasar/Sumber Ideal, dan Dasar/Sumber Operasional. Adapun tujuan pembelajaran nilai PAI, Tujuan itu adalah
untuk meningkatkan ketaqwaan siswa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, artinya
menghayati dan mengamakan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial kemasyarakatan dan menjadi
warga negara yang baik. Tujuan ini secara berjenjang harus
tercermin secara hirarkhis pada tujuan
institusional (kelembagaan), tujuan kurikuler bidang studi tertentu misalnya PAI, Standar kompetensi
pokok bahasan tertentu sampai kepada KD dan indikatornya.
Datar Pustaka
Anas, Sudijono. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Daradjat, Zakiah. 1991. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Kaswardi. 1993. Pendidikan Nilai Memasuki tahun
2000. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Langgulung, Hasan. 1988. Asas-Asas Pendidikan Islam. Bandung: Al-Husna.
Marimba, Ahmad D. 1981. Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam. Bandung:
Al-Ma’arif.
Priatna, Tedi. 2004. Reaktualisasi Paradigma Pendidikan
Islam. Bandung:
Pustaka Bani.
Sudijono, Anas. 2007. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
[4]Kaswardi, Pendidikan Nilai
Memasuki tahun 2000, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1993),
hal. 78.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar