Kamis, 29 Desember 2016

MAKALAH PROBLEMATIKA PENDIDIKAN KELUARGA SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN PERTAMA DAN UTAMA



A.    Abstrak
      Pendidikan keluarga dipandang sebagai pendidikan pertama dan utama. Dikatakan pendidikan pertama karena bayi atau anak itu pertama kali berkenalan dengan lingkungan serta mendapat pembinaan pada keluarga.  Lingkungan   keluarga  merupakan lingkungan pendidikan  yang pertama  dan utama bagi anak, karena dalam keluarga inilah  seorang  anak manusia  pertama  sekali mendapatkan pendidikan  dan bimbingan. Sebagian  besar  dari  kehidupan  anak  dilaluinya  di  dalam  keluarga, sehingga pendidikan  yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Pengalaman yang diperoleh anak melalui pendidikan  dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dalam proses pendidikan  selanjutnya.  Pendidikan pertama ini dapat dipandang sebagai peletak fondasi pengembangan-pengembangan berikutnya. Pendidik perlu bertindak secara hati-hati pada pendidikan pertama ini. Kalau tidak, bisa memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan-perkembangan berikutnya. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertamam-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Juga di katakana lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak termasuk  peletak dasar bagi pendidikan ahlak dan pandangan hidup keagamaan adalah dalam keluarga, Oleh karena itu, orang tua  harus  mampu menanamkan  pendidikan yang baik dan benar kepada anak sejak usia dini, agar perkembangan perilaku anak selanjutnya dapat mencerminkan kepribadian yang luhur, yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, agama, keluarga juga masyarakat dan bangsanya.

Kata Kunci: Lingkungan Keluarga, Pendidikan Pertama dan Utama.









B.     Pendahuluan
      Lingkungan keluarga merupakan tempat seseorang memulai kehidupannya. Keluarga membentuk suatu hubungan yang sangat erat antara ayah, ibu dan anak. Hubungan tersebut terjadi karena anggota keluarga saling berinteraksi. Dari lingkungan itulah anak mengalami proses pendidikan dan sosialisassi awal. Keluarga memberikan pendidikan pertama bagi anak. Sifat dan tabiat anak seebagian besar di ambil dari kedua orang tuanya, dengan kata lain sifat dan kepribadian anak merupakan cerminan perilaku atau didikan orang tuanya. Namun terkadang orang tua tidak  mengetahui apa peranan mereka selaku keluarga dalam mendidik anak sebagai lembaga pendidikan pertama. Maka dari itu makalah ini saya berjudul “perana keluarga dalam mendidik anak sebagai lembaga pendidikan pertama” untuk mengetahui apa peran keluarga,bagaimana peran keluarga dan apa mamfaat peran keluarga dalam mendidik anak sebagai lembaga pendidikan pertama. Keluarga  merupakan  salah   satu   institusi   pendidikan.  Setiap orang yang berada   dalam   institusi  ini pasti akan mengalami perubahan dan perkembangan menurut  warna  dan  corak  institusi   tersebut.
      Lingkungan   keluarga  merupakan lingkungan pendidikan  yang pertama  dan utama bagi anak, karena dalam keluarga inilah  seorang  anak manusia  pertama  sekali mendapatkan pendidikan  dan bimbingan. Sebagian  besar  dari  kehidupan  anak  dilaluinya  di  dalam  keluarga, sehingga pendidikan  yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Pengalaman yang diperoleh anak melalui pendidikan  dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dalam proses pendidikan  selanjutnya. Dengan demikian  dapat  dikatakan  bahwa  orang  tua  merupakan pendidik  yang   pertama dan  utama  dalam pembentukan kepribadian seorang anak manusia.


C. Pembahasan
a)    Keluarga Merupakan Pendidik Pertama dan Utama
    Keluarga (bahasa Sansekerta, kulawarga: ras dan warga yang berarti anggota) adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.  Pendidikan keluarga dipandang sebagai pendidikan pertama dan utama. Dikatakan pendidikan pertama karena bayi atau anak itu pertama kali berkenalan dengan lingkungan serta mendapat pembinaan pada keluarga. Pendidikan pertama ini dapat dipandang sebagai peletak fondasi pengembangan-pengembangan berikutnya. Pendidik perlu bertindak secara hati-hati pada pendidikan pertama ini. Kalau tidak, bisa memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan-perkembangan berikutnya. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertamam-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Juga di katakana lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak termasuk  peletak dasar bagi pendidikan ahlak dan pandangan hidup keagamaan adalah dalam keluarga.[1] Factor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam belajar anak karna. tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecil penghasilan, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, rukung atau tidaknya kedua orang tua, akrab tidaknya hubungan orang tua dengan anak-anak tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semua itu turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak.[2]
     Di dalam pasal 1 UU perkawinan Nomor 1 tahun 1974, dinyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagian dan sejahterah, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Anak yang lahir dari perkawinan ini adalah anak yang sah menjadi hak serta tanggung jawab kedua orang tuanya memelihara dan mendidiknya, dengan sebaik-baiknya . kewajiban kedua orang tua mendidik anak ini terus berlanjut sampai ia di kawinkan atau dapat berdiri sendiri, bahkan menurut pasal 45 ayat 2 UU perkawinan ini , kewajiban dan tanggung jawab orang tua akan kembali apabila perkawinan antara keduanya putus sesuatu hal. Maka anak ini kembali Keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan keluarga tempat dimana ia menjadi diri pribadi atau. Sebagai mana dalam teori Sigmun freud yang menyatakan bahwa “ Das ueber ich” atau aspek sosiologis dan nilai-niai tradisional serta cita-cita masyarakat bagaimanadi tafsirkan orang tua terhadap anaknya[3]. Disamping itu merupakan tempat belajar bagi anak dalam segala sikap untuk berbakti kepada tuhan sebagai perwujudan nilai hidup yang tertinggi dengan demikian jelaslah bahwa orang yang pertama dan utama bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anak adalah orang tua.
     Karena sifat pekanya perkembangan-perkembangan pada awal ini membuat pendidikan ini dikatakan sebagai pendidikan yang utama. Kepekaan perkembangan-perkembangan awal ini tidak hanya menyangkut psikologi, tetapi juga fisiologi. Dengan kata lain pertumbuhan jasmani pada fase-fase awal ini juga sangat peka. Memang pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa anak-anak berkaitan satu dengan yang lain. Kalau dalam kedokteran ada dalil yang mengatakan kualitas makanan yang diberikan kepada anak balita akan menentukan kualitas kecerdasan atau kemampuan mereka kelak, maka dalam pendidikan ada konsep yang mengatakan bagaimana perlakuan terhadap anak 4 tahun ke bawah seperti itulah jadinya anak itu setelah dewasa. Dari dalil itu muncul himbauan agar keluarga member makanan bergizi kepada anak balita agar otaknya tumbuh dengan sempurna. Begitu pula konsep di atas membuat para orang tua memperlakukan anak-anak kecil itu dengan baik, penuh kasih saying agar anak itu menjadi orang yang berguna kelak.
Namun informasi yang diterima oleh orang tua berat sebelah. Informasi tentang pentingnya memberikan makanan bergizi kepada balita lebih banyak diterima dibandingkan dengan informasi tentang pentingnya memperlakukan anak-anak dengan baik. Buktinya kini semakin banyak anak sehat dan cerdas, tetapi masih banyak sekali anak-anak nakal yang membuat berbagai kerusuhan. Kenakalan ini sebagian besar disebabkan oleh perlakuan lingkungan yang tidak benar, antara lain terlalu keras atau disiplin kaku, kurang diperhatikan, kurang kasih sayang, terlalu diberi kebebasan, dan sebagainya.
     Kenyataan di atas tampaknya bertalian dengan kurang intensifnya pengembangan pendidikan keluarga itu sendiri. Pendidikan keluarga, memang belum ditangani seperti pada pendidikan jalur sekolah. Sehingga masuk akal kalau sebagian besar keluarga tidak paham tentang cara mendidik anak-anak dengan benar. Walaupun isi pendidikan itu sebagian besar ditekankan pada pengembangan afeksi, seperti kerajinan, kejujuran, kesetiaan, toleransi, disiplin, gotong royong, keimanan, ketakwaan, menghormati orang tua, bisa berterima kasih, suka menolong, dan sebagainya. Di sini tampak masih ada yang belum terselesaikan sampai sekarang, di satu pihak dipandangkan pendidikan ke keluarga adalah yang pertama dan utama namun di pihak lain macam pendidikan ini tidak ditangani secara utama atau diterlantarkan. Oleh karena itu, keluarga adalah institusi yang sangat berperan dalam rangka melakukan sosialisasi, bahkan internalisasi, nilai-nilai pendidikan. Meskipun jumlah institusi pendidikan formal dari tingkat dasar sampai ke jenjang yang paling tinggi semakin hari semakin banyak, namun peran keluarga dalam transformasi nilai edukatif ini tetap tidak tergantikan.
     Karena itulah, peran keluarga dalam hal ini tidak ringan sama sekali. Bahkan bisa dikatakan, bahwa tanpa keluarga nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan di bangku meja formal tidak akan ada artinya sama sekali. Sekilas memang tampak bahwa peran keluarga tidak begitu ada artinya, namun jika direnungkan lebih dalam, siapa saja akan bisa merasakan betapa berat peran yang disandang keluarga.
Problem yang dialami oleh anak jalanan untuk memperoleh pendidikan salah satunya adalah minusnya, karena tidak adanya peran keluarga. Kalaupun akhirnya mereka bersekolah, mereka hanya mendapatkan pengetahuan formal saja. Sementara kasih sayang, sopan santun, moralitas, cinta dan berbagai nilai afektif lainnya sulit mereka dapatkan. Mereka merasa tidak ada tempat yang baik untuk berlindung dan mengungkapkan seluruh perasaan secara utuh dan bebas. Umumnya mereka tidak memiliki keluarga yang mengemban peran tersebut. Kalaupun mereka memiliki keluarga, tidak ada situasi yang kondusif untuk saling berbagi perasaan antar anggota dalam sebuah keluarga. Ini merupakan salah satu kesulitan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang mencoba memberdayakan ‘anak jalanan’. Mungkin persoalan sulitnya bagaimana dia mendapatkan pendidikan secara formal, tidak sesulit bagaimana dia memperoleh kasih sayang sejati.
     Dari penjelasan di atas kita bisa mengerti betapa penting peran keluarga dalam rangka mengemban misi-misi pendidikan tidak bisa diabaikan. Di dalam keluarga tercermin jalinan kasih dan cinta dalam mana ikatan emosional, darah dan kekerabatan sangat mendominasi. Dengan demikian, keluarga merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Sebagian orang secara tidak sadar mengatakan bahwa sebenarnya peran keluarga adalah sekunder, alias hanya menjadi pelengkap saja. Sebab pengetahuan formal sudah mereka dapatkan di bangku sekolahan. Logika ini tidak saja keliru secara etis, tapi juga patut dipertanyakan pula pandangan moralnya terhadap keluarga. Yang logis, keluarga justru merupakan institusi pendidikan pertama dan utama, kemudian baru dilengkapi dengan nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan dari bangku sekolahan ataupun masyarakat.
b)        Peranan Keluarga Dalam Pendidikan
     Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah. Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan.  Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Dalam  suatu   keluarga   biasanya  terdiri   dari  beberapa   anggota   keluarga seperti   ibu,  ayah,  anak,   dan   pembantu  (pramuwisma).  Untuk   lebih  jelasnya peranan  anggota keluarga terhadap anak dapat dilihat dalam uraian berikut ini:
1.      Peranan ibu
     Pada kebanyakan keluarga, ibulah yang memegang peranan  yang terpenting terhadap pendidikan  anak-anaknya. Sejak anak itu dilahirkan, ibulah yang selalu disampingnya,  ibulah  yang  memberi  makan,   minum,  memelihara dan  selalu bergaul  dengan  anak-anak.  Itulah  sebabnya  kebanyakan  anak  lebih  cinta  kepada ibunya dari pada kepada anggota keluarga lainnya. Sesuai dengan fungsi serta tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, menyimpulkan  bahwa   peranan    ibu   dalam   pendidikan    anak-anaknya   sebagai berikut:
a.      Sumber  dan pemberi rasa kasih sayang.
b.     Pengasuh dan pemelihara.
c.      Tempat mencurahkan isi hati.
d.     Pengatur  kehidupan dalam rumah  tangga.
e.      Pembimbing hubungan pribadi.
f.      Pendidik dalam segi-segi emosional.[4]
Dengan  demikian  dapat  dipahami  bahwa  ibu  sangat  memegang peranan penting   dalam   mendidik    anak.   Oleh   karena   itu   ibu   haruslah    benar-benar menjalankan tugasnya  dengan  sebaik-baiknya, agar pendidikan  anak  dapat berlangsung dengan baik.
2.      Peranan Ayah
     Seorang ayahpun  memegang peranan  yang penting  pula terhadap  anaknya. Anak memandang ayahnya sebagai orang yang tinggi gengsinya  atau prestisenya. Kegiatan  seorang  ayah  terhadap   pekerjaannya  sehari-hari  sungguh  besar pengaruhnya kepada anak-anaknya. Dalam kaitan ini Zakiah Daradjat mengatakan, bahwa cara ayah itu melakukan  pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada cara pekerjaan  anaknya.  Ayah merupakan penolong  utama,  lebih-lebih bagi anak yang agak besar, baik laki-laki maupun perempuan.[5]
3.      Peranan Nenek
     Banyak pula anak-anak yang menerima pendidikan  dari neneknya  ataupun kakeknya. Pada umumnya, nenek itu merupakan sumber  kasih sayang yang mencurahkan kasih sayang yang berlebihan  terhadap  cucu-cucunya. Mereka tidak mengharapkan  sesuatu   dari  cucu-cucunya   itu,  mereka   semata-mata   memberi belaka. Maka dari itu mereka  memanjakan cucu-cucunya dengan  sangat  berlebih- lebihan.Dalam  suatu   keluarga   yang  tinggal  serumah  dengan   nenek,   seringkali terjadi perselisihan antara  orang tua anak dengan  nenek  mengenai  cara mendidik anak-anaknya. Nenek merasa bahwa ia sudah lebih banyak mengetahui sesuai pengalamannya yang telah usang dengan istilah, telah lebih banyak makan garamdari pada anaknya (orang tua anak). Dalam  hal  ini,  Ngalim  Purwanto  mengatakan, bahwa  memanjakan anak tidak baik. Anak yang dimanjakan akan mengalami bermacam-macam cacat dalam jiwanya. Jika dianalisis  secara lebih mendalam, maka  yang dimaksud  dengan  cacat jiwa akibat anak yang dimanjakan antara lain adalah:
a.    Anak akan mempunyai sifat mementingkan dirinya sendiri dan perasaan sosialnya kurang.
b.    Kurang mempunyai rasa tanggung  jawab, tidak sanggup  berikhtiar  dan berinisiatif sendiri.
c.    Anak mempunyai perasaan harga diri kurang, menyebabkan  lekas putus asa dan keras kepala.
d.   Di sekolah, anak yang manja  selalu berusaha  menarik  perhatian  guru  atau teman-temannya, sehingga sering bertingkah  polah yang aneh-aneh.
e.    Karena  tidak  ada  kemauan   dan  inisiatif,   di  sekolah  anak  yang  manja biasanya bersifat pemalas. Ia enggan bersusah-susah mengerjakan soal pelajarannya.
4.      Peranan Pembantu Rumah tangga
     Biasanya keluarga yang berkecukupan ekonominya  sering memiliki seorang pembantu rumah  tangga (pramuwisma). Tugas pramuwisma, di samping mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah  tangga seperti memasak,  membersihkan halaman,   menyiram   tanaman  hias,  mencuci   sering  pula  diserahi  tugas  untuk mengasuh dan memelihara anak-anak yang masih  kecil (babysitter), karena  kedua orang  tua  anak  itu  sibuk  bekerja  atau  mencari   nafkah  di  luar  rumah   untuk menutupi kebutuhan keluarganya.
Ngalim   Purwanto    mengatakan,   bahwa   pramuwisma   dapat   dikatakan anggota keluarga  yang juga turut  berperan  dalam pendidikan  anak-anak di dalam keluarga.  Sejalan dengan  pendapat  di atas, maka  suatu  kenyataan  membuktikan bahwa pramuwisma merupakan salah seorang sosok yang sangat dekat dengan seorang   anak,  karena  dialah  yang  paling  banyak  bergaul  bersama   sang  anak, sementara orang  tua  berada  di  luar  rumah,   sehingga  dia  ikut  berperan   dalam proses  pendidikan   seorang   anak.  Peniruan  secara  sadar  atau  tidak  oleh  anak terhadap  kebiasaan-kebiasaan pramuwisma akan terjadi setiap hari, sehingga  akan ikut mewarnai  kepribadian  seorang anak. Oleh  karenanya  bagi  para  orang  tua  betapapun sempitnya  waktu  luang, tidak   baik   jika   menyerahkan  sepenuhnya  pendidikan    anak-anaknya   kepada pramuwisma.    Apalagi             kenyataan        menunjukkan    bahwa pada     umumnya pramuwisma, khususnya  yang bukan babysitter, tidak memiliki pengetahuan dalam hal mengasuh atau  mendidik  anak-anak  dengan  latar  belakang  pendidikan  yang rendah  dan pengalaman yang kurang  (karena  umumnya masih  muda  dan belum pernah berkeluarga), sehingga tentunya tidak baik bagi pengasuhan anak. Menurut Hasbullah dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, “bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak  dan mendidik anak di rumah serta fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah”.
Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, sehingga jika keluarga-keluarga yang merupakan fondasi masyarakat lemah, maka masyarakat pun akan lemah. Oleh karena itu, para sosiolog meyakini bahwa berbagai masalah masyarakat seperti kejahatan seksual, kekerasan yang merajalela, serta segala macam kebobrokan di masyarakat merupakan akibat dari lemahnya institusi keluarga.
Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera. Menurut pakar pendidikan, William Bennett, keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidik karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah. Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Menurut megawangi ada 3 kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepad orang lain (anak). Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya. Menurut Erikson, dasar kepercayaan yang ditumbuhkan melalui hubungan ibu-anak pada tahun-tahun pertama kehidupan anak akan memberi bekal bagi kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia dewasa. Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak. Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang berganti-ganti juga akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi anak.
Menurut Bowlby, normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan hanya 1 orang (biasanya ibu) pada tahap-tahap awal masa bayi. Kekacauan emosi anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli gizi berkaitan dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini tidak kondusif bagi pertumbuhan anak yang optimal. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu saja ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua
dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya. Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadapanaknya yang berusia dibawah 6 bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif.
Sedangkan Menurut Popov dan kawan-kawan (1997), orang tua dapat berperan sebagai :
a)       Educator yaitu bisa menciptakan dan menyadari adanya teach able momentdalam keluarga.
b)       Autority yaitu bisa mengembangkan batas-batas normative
c)       Guide yaitu bisa share your skills kepada anak-anak.
d)      Conselor yaitu mampu memberi dukungan pada anak ketika mengalami dilema moral.
Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagaipola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti: makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti: rasa aman, kasih sayang), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.
c)         Tujuan Pendidikan Keluarga
     Tujuan pendidikan keluarga adalah memelihara, melindungi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang utama dikenal oleh anak sehingga disebut lingkungan pendidikan utama.
     Proses pendidikan awal di mulai sejak dalam kandungan. Latar belakang sosial ekonomi dan budaya keluarga, keharmonisan hubungan antar anggota keluarga, intensitas hubungan anak dengan orang tua akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Keberhasilan anak di sekolah secara empirik sangat dipengaruhi oleh besarnya dukungan orang tua dan keluarga dalam membimbing anak.
d)       Fungsi Pendidikan Keluarga
Menurut MI Soelaeman keluarga memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai berikut :
1.    Fungsi edukatif adalah yang mengarahkan keluarga sebagai wahana pendidikan pertama dan utama bagi anak-anaknya agar dapat menjadi manusia yang sehat, tangguh, maju dan mandiri sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan yang semakin tinggi.
2.    Fungsi sosialisasi anak adalah keluarga memiliki tugas untuk mengantarkan dan membimbing anak agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial (masyarakat), sehingga kehadirannya akan diterima oleh masyarakat luas.
3.    Fungsi proteksi (perlindungan) adalah keluarga berfungsi sebagai wahana atau tempat memperoleh rasa nyaman, damai dan tentram seluruh anggota keluarganya.
4.    Fungsi afeksi (perasaan) keluarga sebagai wahana untuk menumbuhkan dan membina rasa cinta dan kasih sayang antara sesama anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.
5.    Fungsi religius keluarga sebagai wahana pembangunan insan-insan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, berahlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran agamanya.
6.    Fungsi ekonomi adalah keluarga sebagai wahana pemenuhan kebutuhan ekonomi fisik dan materil yang sekaligus mendidik keluarga untuk hidup efisien, ekonomis dan rasional.
7.    Fungsi rekreasi, keluarga harus menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, cerah, ceria, hangat dan penuh semangat.
8.    Fungsi biologis, keluarga sebagai wahana menyalurkan kebutuhan reproduksi sehat bagi semua anggota keluarganya.
e)      Fungsi dan peran pendidikan keluarga
1.    Pengalaman Pertama Masa Kanak-Kanak
     Pendidikan   keluarga  memberikan  pengalaman pertama  yang  merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Pendidikan  keluarga adalah merupakan pendidikan  yang pertama dan utama bagi anak. Sebagaimana  Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam bersabda: Barang siapa yang lahir anaknya, lalu mengazankan  pada telinga kanannya dan iqamah pada telinga kirinya, anak itu tidak akan dimudharatkan oleh ummush-shibyan. (H.R. Abi Yula).
     Mengazankan dan  iqamah  itu mengandung hikmah  yang tinggi  bagi bayi yang  baru  lahir,  sebelum  ia mendengar sesuatu  apapun,  lebih  dahulu  kalimah tauhid   diperdengarkan  kepadanya  dengan   harapan   akan  menjadi   pedoman   di kemudian hari. Azan juga merupakan pelajaran pertama  yang secara langsung diberikan  kepada bayi tersebut,  kemudian disusul  dengan  pelajaran agama lainnya sesuai dengan perkembangan anak. Dikatakan “pertama” maksudnya  bahwa kehadiran  anak di dunia  ini disebabkan  hubungan kedua  orang  tuanya.  Mengingat   orang  tua  adalah  orang dewasa, maka merekalah  yang harus  bertanggung jawab terhadap  anak. Di dalam keluargalah pertama sekali seorang anak manusia menerima/mengalami proses pendidikan. Sedangkan “Utama” maksudnya adalah bahwa orang tua bertanggung jawab pada  pendidikan  anak.  Dalam  arti  bahwa  seorang  anak  dilahirkan  dalam keadaan  tidak berdaya, dalam  keadaan  penuh  ketergantungan dengan  orang  lain, tidak  mampu berbuat  apa-apa,  bahkan  tidak  mampu menolong  dirinya  sendiri. Sebagai  lingkungan pertama  dalam  proses  pendidikan  anak,  maka  pada perkembangan selanjutnya  di dalam  keluargalah  anak memulai  pertumbuhannya dan  di dalam  keluargalah  waktu-waktu  yang paling  banyak dilalui  seorang  anak. Segala perilaku orang tua secara sengaja ataupun tidak akan mempengaruhi perkembangan perilaku  anak. Maka sudah  sewajarnya setiap orang tua menyadari dan mempersiapkan keluarga sebagai basis utam Sebagai penanggung jawab pendidik  pertama  dan  utama,  maka  orang  tua tanpa  ada  yang  memerintah,  langsung   memikul   tugas  sebagai  pendidik,   baik bersifat sebagai pemelihara,  sebagai pembina  maupun sebagai guru dan pemimpin terhadap  anak-anaknya. Ini adalah tugas kodrati dari tiap-tiap manusia.
2.    Menjamin Kehidupan Emosional Anak
       Melalui  pendidikan  keluarga,  kehidupan emosional  anak  atau  kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi  atau dapat berkembang dengan  baik, hal ini dikarenakan  adanya hubungan darah  antara  pendidik  dengan  anak didik sehingga menumbuhkan  hubungan  yang  didasarkan   atas  rasa  cinta  kasih  sayang  yang murni. Zakiah Daradjat mengatakan: Rasa kasih sayang adalah kebutuhan jiwa yang paling pokok dalam hidup manusia.  Anak kecil yang merasa kurang disayangi ibu bapanya akan menderita batinnya, mungkin terganggu  kesehatan  badannya, akan kurang kecerdasannya dan mungkin ia akan menjadi nakal, keras kepala, dan sebagainya.[6] Sementara  Hasan Langgulung mengatakan, bahwa melalui pendidikan keluarga  dapat  menolong   anak-anaknya  dan  anggota-anggotanya  secara  umum untuk   menciptakan pertumbuhan  emosi  yang  sehat,  menciptakan  kematangan emosi yang sesuai dengan umurnya.[7]
     Dengan   demikian   untuk   menciptakan  emosi   yang  sehat   dalam   suatu keluarga, paling tidak yang sangat perlu diperhatikan adalah memenuhi kebutuhan anak. Salah satu diantaranya  kebutuhan akan rasa kasih sayang. Kasih sayang tidak akan   dirasakan   oleh  si  anak   apabila  dalam   hidupnya   si  anak   merasa   tidak diperhatikan  atau kurang disayangi oleh kedua orang tuanya.
3.    Menanamkan Dasar Pendidikan Moral
Di dalam  keluarga  juga  merupakan penanaman utama  dasar-dasar  moral bagi anak,  yang biasanya  tercermin  dalam  sikap  dan  perilaku  orang  tua  sebagai teladan yang dapat dicontoh anak. Pendidikan  moral  yang terjadi  dalam  keluarga  dengan  membiasakan anak kepada  sifat-sifat  yang baik seperti  sifat benar,  jujur,  ikhlas dan adil. Akan tetapi sifat-sifat   tersebut   belum   dapat   dipahami   oleh   anak,   kecuali   dalam   bentuk pengalaman langsung  yang dirasakan oleh anak dalam kehidupannya. Djaka, Cs. mengatakan, bahwa dalam pendidikan  budi pekerti yang penting ialah kebiasaan dan perbuatan (prakteknya).[8] Selanjutnya, Zakiah Daradjat mengemukakan, bahwa pendidikan  moral yang paling baik terdapat  dalam agama, karena  nilai moral yang dapat dipatuhi  dengan  suka rela, tanpa  paksaan  dari luar hanya dari kesadaran sendiri, datangnya dari keyakinan beragama.[9] Dengan  demikian  pendidikan  moral  tidak terlepas  dari pendidikan  agama, maka penanaman pendidikan  agama sebagai sumber  pendidikan  moral harus dilaksanakan  sejak anak masih  kecil dengan  pembiasaan-pembiasaan,  antara  lain seperti berkata jujur, suka menolong,  sabar dan memaafkan kesalahan  orang lain, dan menanam rasa kasih sayang kepada sesama manusia.
4.    Memberikan Dasar Pendidikan Sosial
Di dalam kehidupan, keluarga merupakan basis yang sangat penting  dalam peletakan dasar-dasar pendidikan  sosial anak, sebab pada dasarnya keluarga merupakan lembaga sosial terkecil yang minimal  terdiri  dari ayah, ibu dan anak. Perkembangan benih-benih kesadaran  sosial pada anak-anak dapat dipupuk sedini   mungkin,  terutama   lewat  kehidupan  keluarga   yang  penuh   rasa  tolong menolong,  gotong  royong  secara  kekeluargaan,  menolong  saudara  atau  keluarga yang sakit. Juga bersama-sama menjaga ketertiban, kedamaian,  kebersihan  dan keamanan  dalam   segala  hal.  Ngalim  Purwanto   mengemukakan,  bahwa  sejak dahulu manusia  itu tidak hidup sendiri-sendiri terpisah satu sama lain, tetapi berkelompok-kelompok bantu membantu, saling membutuhkan dan saling mempengaruhi.[10] Keluarga sebagai basis pendidikan  pertama  dan utama  harus  memberikan dasar-dasar pendidikan  sosial kepada anak-anaknya, antara lain:
a.       Sejak kecil anak  sudah  dibiasakan  hidup  bersih  diri dan  lingkungan serta disiplin pada waktu.
b.      Membiasakan anak-anak  untuk  menyesuaikan diri  dengan  lingkungannya dalam  mengenal   dasar-dasar  pergaulan  hidup,  seperti  bekerja  sama  dan tolong menolong  dengan sesama anggota keluarga.
c.       Kebiasaan-kebiasaan  yang baik itu  harus  dapat  menumbuhkan keyakinan diri untuk  senantiasa  patuh  kepada semua  peraturan, baik agama maupun keluarga, bahkan masyarakat.
5.    Peletakan Dasar-Dasar Keagamaan
     Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk  menerapkan dasar- dasar hidup  beragama.  Untuk  membangun kesadaran  beragama,  maka anak-anak sejak  kecil  harus   sudah   dibiasakan   untuk   melaksanakan  ajaran-ajaran  agama, seperti  shalat, ikut ke mesjid, dan lain-lain. Hasbi Ash-Shiddiqiy mengatakan, bahwa tugas-tugas keagamaan  dipupuk terus  menerus sampai  anak  mencapai  umur  dewasa, sehingga  dengan  demikian perasaan keagamaan  dalam jiwanya benar-benar mendarah daging.14.  Dalam rangka peletakan  dasar-dasar keagamaan  pada anak, maka perilaku  orang   tua yang baik, rajin beribadat, rajin ke mesjid, rukun  dalam kehidupan rumah  tangga, adil dalam membagi  kasih sayang antara sesama anak, suka menolong  orang lain, setia kepada kawan   dan   sebagainya,   hendaklah   berkekalan   atau   terus   menerus  sehingga menjadi   contoh  teladan  yang  akan  ditiru  dan  diamalkan   oleh  anak  sepanjang hidupnya.



D.Kesimpulan
     Pendidikan keluarga dipandang sebagai pendidikan pertama dan utama. Dikatakan pendidikan pertama karena bayi atau anak itu pertama kali berkenalan dengan lingkungan serta mendapat pembinaan pada keluarga. Pendidikan pertama ini dapat dipandang sebagai peletak fondasi pengembangan-pengembangan berikutnya. Pendidik perlu bertindak secara hati-hati pada pendidikan pertama ini. Kalau tidak, bisa memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan-perkembangan berikutnya.
     Karena itulah, peran keluarga dalam hal ini tidak ringan sama sekali. Bahkan bisa dikatakan, bahwa tanpa keluarga nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan di bangku meja formal tidak akan ada artinya sama sekali. Sekilas memang tampak bahwa peran keluarga tidak begitu ada artinya, namun jika direnungkan lebih dalam, siapa saja akan bisa merasakan betapa berat peran yang disandang keluarga. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Dalam  suatu   keluarga   biasanya  terdiri   dari  beberapa   anggota   keluarga seperti   ibu,  ayah,  anak,   dan   pembantu  (pramuwisma).
     Tujuan pendidikan keluarga adalah memelihara, melindungi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang utama dikenal oleh anak sehingga disebut lingkungan pendidikan utama. Proses pendidikan awal di mulai sejak dalam kandungan. Latar belakang sosial ekonomi dan budaya keluarga, keharmonisan hubungan antar anggota keluarga, intensitas hubungan anak dengan orang tua akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak.
Menurut MI Soelaeman keluarga memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai berikut :
1.    Fungsi edukatif adalah yang mengarahkan keluarga sebagai wahana pendidikan pertama dan utama bagi anak-anaknya agar dapat menjadi manusia yang sehat, tangguh, maju dan mandiri sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan yang semakin tinggi.
2.    Fungsi sosialisasi anak adalah keluarga memiliki tugas untuk mengantarkan dan membimbing anak agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial (masyarakat), sehingga kehadirannya akan diterima oleh masyarakat luas.
3.    Fungsi proteksi (perlindungan) adalah keluarga berfungsi sebagai wahana atau tempat memperoleh rasa nyaman, damai dan tentram seluruh anggota keluarganya.
4.    Fungsi afeksi (perasaan) keluarga sebagai wahana untuk menumbuhkan dan membina rasa cinta dan kasih sayang antara sesama anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.
5.    Fungsi religius keluarga sebagai wahana pembangunan insan-insan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, berahlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran agamanya.
6.    Fungsi ekonomi adalah keluarga sebagai wahana pemenuhan kebutuhan ekonomi fisik dan materil yang sekaligus mendidik keluarga untuk hidup efisien, ekonomis dan rasional.
7.    Fungsi rekreasi, keluarga harus menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, cerah, ceria, hangat dan penuh semangat.
8.    Fungsi biologis, keluarga sebagai wahana menyalurkan kebutuhan reproduksi sehat bagi semua anggota keluarganya.




















Daftar Pustaka

Agung.Hasbullah, 2013,  Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, Cet. XI; Jakarta: Rineka Cipta.
CS, Djaka.  Rangkuman Ilmu Mendidik, Jilid I, Cet 7, Jakarta: Toko Buku Mutiara.
Daradjat, Zakiah. 1973, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung
Daradjat, Zakiah. 1997,  Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang.
Dalyono, M. 1997,  Psikologi Pendidikan, Cet. 1; Jakarta: Asdi Mahasatya.
Langgulung, Hasan. 1995, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta: PT. Al-Husna Zikra.
Purwanto, Ngalim. 1995,  Ilmu Pendidikan Praktis dan Teoristis, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Suryabrata,  Sumadi.  2004, Psikologi Pedidikan, Cet. V;  Jakarta: Rajawali Pers.


[1] Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Cet. XI; Jakarta: Rineka Cipta, 2013), Hal 38.
[2] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Cet. 1; Jakarta: Asdi Mahasatya, 1997), Hal. 59.
[3] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pedidikan, (Cet. V;  Jakarta: Rajawali Pers, 2004), Hal. 103.
[4] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Praktis dan Teoristis, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995 ), Hal 82.
[5] Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, ( Jakarta: Gunung Agung, 1973 ), Hal 35.
[6] Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, ( Jakarta: Gunung Agung, 1973 ), Hal 37.
[7] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, ( Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1995 ), Hal 368.
[8] Djaka cs, Rangkuman Ilmu Mendidik, Jilid I, Cet 7, ( Jakarta: Toko Buku Mutiara, ), Hal 6.
[9] Zakiah Daradjat, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1997 ), Hal 20.
[10] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Praktis dan Teoristis, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995 ), Hal 198.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI DALAM ISLAM

A. Pengertian ekonomi islam Ekonomi islam secara terminologi dalam bahasa arab berarti al-iqtisad al-islami yang berarti ekonomi yang bersif...