TUGAS
MID
PERMASALAHAN
BELAJAR MENURUT ISLAM
Mata
Kuliah : Ilmu Jiwa Belajar
Dosen
Pengampuh : Azwar Hadi, S.Ag.,M.Pd.I
Disusun
Oleh
Nama : Farezi
Nim : 622014035
Kelas : A
Jam
pelajaran : 08:30
FAKULTAS
AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN
AJARAN 2016/2017
躕♚ ABSTRAK
Tujuan yang akan dicapai yaitu untuk mengetahui kesulitan belajar
siswa dan
mengetahui kesulitan belajar dalam pandangan Islam. Kesulitan belajar atau
disleksia adalah suatu sindroma kesulitan belajar mempelajari komponen-komponen
kata dan kalimat,
mengintergrasikan komponen komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala
sesuatu yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa. Seseorang yang sedang
mengalami kesulitan belajar harus memiliki 6 syarat agar mudah mendapatkan
ilmu, yaitu cerdas, semanagat, sabar, memiliki biaya, ada guru, dan dalam waktu
yang lama.
Kata Kunci: kesulitan
belajar, pandangan islam
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada umumnya kesullitan
belajar merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya
hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai hasil belajar/tujuan, sehingga
memerlukan usaha lebih giat lagi untuk mengatasinya. Hambatan-hambatan ini
mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya,
dan dapat bersifat sosiologis, psikologis ataupun fisiologis dalam keseluruhan
proses belajarnya. Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak
dalam berbagai jenis manifestasi tingkah laku baik secara langsung ataupun
tidak langsung. Gejala ini akan nampak dalam aspek- aspek kognitif, motoris dan
afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar yang dicapai.
Di antara gejala-gejala tersebut
antara lain adalah menunjukkan hasil belajar yang rendah, dibawah rata-rata
nilai yang dicapai oleh kelompoknya, hasil yang dicapai tidak seimbang dengan
usaha yang telah dilakukan, lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan
belajar, menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti acuh tak acuh, menentang,
berpura-pura, menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti pemurung,
mudah tersinggung, pemarah, kurang gembira dalam menghadapi nilai rendah, dan
lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa itu kesulitan – kesulitan dalam belajar ?
2.
Apa
Saja Upaya-Upaya untuk mengatasi kesulitan belajar ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian kesulitan
belajar
Kesulitan
adalah keadaan yang sulit, dalam kesulitan dan dalam kesusahan. Dalam hal ini,
berarti kesulitan mengandung makna sulit berbuat sesuatu yang berarti suatu
kondisi yang memperlihatkan ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai
suatu kegiatan, dimana kesulitan yang dimaksud dalam kajian ini adalah
kesulitan belajar yang berarti kesulitan tersebut kepada aktivitas belajar. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Ambo Enre Abdullah Kesulitan adalah suatu kondisi
tertentu yang ditandai adanya hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga
memerlukan usaha yang lebih keras untuk mengatakannya.
Sedangkan Pengertian
Belajar ini dikemukakan beberapa definisi mengenai
belajar, diantaranya Moh.Uzer Usman dan Lilis Setiawati
mengartikan “belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat
adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan
sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.[1] Nana
Sudjana mengatakan “belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah mereaksi
terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang
diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar
adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu”.[2] Dari
beberapa pengertian belajar yang telah dikemukakan olehpara ahli tersebut,
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatuperubahan tingkah laku individu
dari hasil pengalaman dan latihan.Perubahan tingkah laku tersebut, baik dalam
aspek pengetahuannya(kognitif), keterampilannya (psikomotor), maupun sikapnya
(afektif).
Adapun
pengertian Kesulitan belajar menurut
para ahli,
menurut
Hammil “menunjuk pada sekelompok kesulitan yang memanifestasikan
dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan
mendengar, mencakup-cakup,membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam
bidang studi tertentu. Menurut Warkitri ddk. menyatakan bahwa
kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang
diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Sementara
itu Siti Mardiyanti dkk menganggap kesulitan belajar sebagai suatu
kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar.
Setiap individu pada
prinsipnya memang tidak sama. Perbedaan individual ini pulalah yang menyebabkan
perbedaan tingkah laku belajar dikalangan anak didik. Kesulitan belajar dapat
diartikan sebagaikeadaan dimana anak didik atau siswa tidak dapat belajar
sebagaimana mestinya. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena
faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor
non intelegensi. Dengan demikian IQ yang tinggi belum tentu menjamin
keberhasilan belajar. Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh
peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan.
Namun dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki
perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang,
kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang
siswa dengan siswa lainnya.
Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditunjukkan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian, siswa yang berkategori di luar rata-rata itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kepasitasnya. Dari sini kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi.
Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditunjukkan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang terabaikan. Dengan demikian, siswa yang berkategori di luar rata-rata itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kepasitasnya. Dari sini kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi.
Kesulitan belajar pada dasarnya
suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifestasi tingkah laku baik
secara langsung ataupun tidak langsung. Gejala ini akan nampak dalam aspek-
aspek kognitif, motoris dan afektif, baik dalam proses maupun hasil belajar
yang dicapai. Di antara gejala-gejala tersebut antara lain adalah menunjukkan
hasil belajar yang rendah, dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya, hasil yang dicapai
Dari pengertian diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa seorang murid dapat diduga mengalami kesulitan belajar, kalau
yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf kualifikasi hasil belajar
tertentu (berdasarkan kriteria seperti yang dinyatakan dalam tujuan
instruksional khusus atau ukuran kapasitas belajarnya) dalam batas-batas waktu
tertentu. Sedangkan secara garis besar, faktor yang mempengaruhi kesulitan
belajar ada tiga yaitu karena kerusakan otak, gangguan emosional, dan
pengalaman. Tidak jauh berbeda dengan konsep psikologi, dalam Islam, kesulitan
belajar juga dipengaruhi oleh beberapa factor. Yaitu terdapat factor internal
dan factor eksternal. Hanya saja dalam konsep Islam faktor-faktor tersebut
dijelaskan lebih detail mengapa individu mengalami kesulitan belajar dan sulit
mendapatkan ilmu, serta memberikan motivasi bagi siapapun untuk selalu
berusaha. Karena barang siapa yang berusaha sungguh-sungguh, maka dia akan
mendapatkan apa yang diinginkan.
Oleh karena itulah pada kesempatan
ini, penulis akan menjabarkan konsep kesulitan belajar menurut Islam yang
diambil dari beberapa referensi yang menjadi rujukan orang Islam dalam
melakukan proses belajar mengajar (ta’lim muta’alim). Mulai dari
factor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar, hingga tips-tips agar belajar
lebih mudah. Belajar merupakan aktifitas yang penting dalam Islam. Belajar di
sini mengarah pada setiap sesuatu yang positif. Dan hukumnya wajib bagi setiap
orang muslim. Begitu pentingnya belajar, sehingga Rosulullah Muhammad saw
menyuruh manusia untuk belajar mulai dari buaian hingga di liang lahat (اطلبوا العلم من المهد الى اللحد).
B. Jenis-jenis
kesulitan belajar.
1. Learning
disability
Diantara faktor-faktor yang
dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning
disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang
berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis
yang menimbulkan kesulitan belajar itu terdiri atas:
a.
Disleksia (dyslexia)
yakni ketidak mampuan belajar membaca.
Membaca merupakan aktivitas
audiovisual untuk memperoleh makna dari symbol berupa huruf atau kata.
Aktivitas ini meliputi dua proses, yakni proses decording, juga dikenal dengan
istilah membaca teknis, dan proses pemahaman. Membaca teknis adalah proses
pemahaman atas hubungan antar huruf dan bunyi atau menerjemaahkan kata-kata
tercetak menjadi bahasa lisan atau sejenisnya.
Berdasarkan hasil penelitian di negara maju,
lebih dari 10% murid sekolah mengalami kesulitan membaca. Kesulitan membaca ini
menjadi penyebab utama kegagalan anak di sekolah. Hal ini dapat dipahami,
karena membaca merupakan salah satu bidang akademik dasar, selain menulis dan
menghitung. Kesulitan membaca juga menyebabkan anak merasa rendah diri, untuk
termotivasi belajar, dan sering juga mengakibatkan timbulnya perilaku
menyimpang pada anak.
Hal ini terjadi karena dalam
masyarakat yang semakin maju, kemampuan membaca merupakan kebutuhan, karena
sebagian informasi disajikan dalam bentuk tertulis dan hanya dapat diperoleh
melalui membaca. Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Kesulitan
belajar membaca yang berat disebut aleksia. Kemampuan membaca tidak hanya
merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga untuk
meningkatkan keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berpartisipasi
dalam kehidupan masyarakat secara bersama. Ada dua jenis pelajaran membaca,
yaitu membaca permulaan atau membaca lisan, dan membaca pemahaman. Mengingat
pentingnya kemampuan membca bagi kehidupan, kesulitan belajar membaca hendaknya
ditangani sedini mungkin. Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan
disleksia visual.
Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan
membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur
kata-kata (misalnya huruf atau suara yang seharusnya tidak diucapkan, sisipan,
penggantian atau kebalikan) atau memahaminya (misalnya, memahami fakta-fakta
dasar, gagasan, utama, urutan peristiwa, atau topik sebuah bacaan). Mereka juga
mengalami kesulitan lain seperti cepat melupakan apa yang telah dibacanya.
Sebagian ahli berargumen bahwa kesulitan mengenali bunyi-bunyi bahasa (fonem)
merupakan dasar bagi keterlambatan kemampuan membaca, dimana kemampuan ini
penting sekali bagi pemahaman hubungan antara bunyi bahasa dan tulisan yang
mewakilinya.
b. Disgrafia,
yakni ketidakmampuan belajar menulis.
Kesulitan
belajar menulis disebut juga sisgrafia, kesulitan belajar menulis yang berat
disebut arafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis, yaitu menulis permulaan,
mengeja atau dikte, dan menulis ekspresif. Kegunaan kemampuan menulis bagi
seorang siswa adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar
tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar menulis hendaknya dideteksi
dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam
mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Tujuan
utama pengajaran menulis adalah keterbacaan. Untuk dapat mengkomunikasikan
pikiran dalam bentuk tertulis, pertama-tama anak harus dapat menulis dengan
mudah dan dapat membaca. Oleh karena itu pengajaran menulis pada tahap awal
difokuskan pada cara memegang alat tulis dengan benar, menulis huruf balok dan
huruf bersambung dengan benar, dan menjaga jarak dan proporsi huruf secara
benar dan konsisten.
Kesulitan
menulis yang dialami anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya
gangguan motorik, gangguan emosi, gangguan persepsi visual, atau
gangguan ingatan. Gangguan gerak halus dapat menganggu keterampilan menulis,
misalnya seorang anak mungkin mengerti ejaan suatu kata, tetapi ia tidak dapat
menulis secara jelas atau mengikuti kecepatan gurunya, hal ini dapat berakibat
pada penguasaan bidang studi akademik lain.
c. Diskalkulia
(dyscalculia) yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Berhitung adalah salah satu
cabang matematika, ilmu hitung adalah suatu bahasa yang digunakan untuk menjelaskan
hubungan antara berbagai proyek, kejadian, dan waktu. Ada orang yang
beranggapan bahwa berhitung sama dengan matematika. Anggapan semacam ini tidak
sepenuhnya keliru karena hampir semua cabang matematika yang menurut Moris
kline berjumlah delapan puluh cabang besar selalu ada berhitung. Kesulitan
belajar berhitung disebut juga diskalkulia.
Kesulitan belajar berhitung yang berat disebut akalkulia. Ada
tiga elemen pelajaran berhitung yang harus dikuasai oleh anak. Ketiga elemen
tersebut adalah konsep, komputasi, dan pemecahan masalah. Seperti halnya
bahasa, berhitung yang merupakan bagian dari matematika adalah sarana berpikir
keilmuan. Oleh karena itu, seperti halnya kesulitan belajar bahasa, kesulitan
berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan
kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah. Kesulitan belajar berhitung merupakan jenis
kesulitan belajar terbanyak disamping membaca. Padahal seperti halnya
keterampilan membaca, keterampilan menghitung merupakan sarana yang sangat
penting untuk menguasai bidang studi lainnya.
Namun demikian, siswa yang
mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki potensi IQ
yang normal bahkan di antaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi
mungkin hanya disebabkan oleh adanya minmal brain dysfunction, yaitu
gangguan ringan pada otak
1.
Ciri-ciri learning
disabilities:
a. Sering
melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca.
b. Lambat
dalam mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucaannya.
c. Sulit
dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan daya ingat.
d. Implusif
yaitu bertindak tanpa difikir dahulu.
e. Sulit
berkosentrasi.
2. Penyebab
learning disabilities
a. Faktor
keturunan (genetik) dan gangguan koordinasi pada otak.
b. Kira-kira
14 area di otak berfungsi saat membaca, ketidakmampuan dalam belajar disebabkan
karena ada gangguan diarea otaknya.
2. Under achiever
Rimm
menyatakan ketika siswa tidak menampilkan potensinya, maka ia termasuk
underachiever. Semiawan menyebutkan”underachievement adalah
kinerja yang secara signifikan berada di bawah potensinya”.[3] Makmun juga
mengungkapkan bahwa yang dimaksud ”underachiever adalah mereka yang
prestasinya ternyata lebih rendah dari apa yang diperkirakan berdasar hasil tes
kemampuan belajarnya”.[4]
a. Ciri-ciri under achiever:
1) Prestasi
tidak konsisten: kadang bagus, kadang tidak.
2) Tidak menyelesaikan
pekerjaan rumah (PR).
3) Rendah
diri.
4) Takut
gagal (atau sukses).
5) Takut
menghadapi ulangan.
6) Tidak
punya inisiatif.
7) Malas,
bahkan depresi.
b. Penyebab under achiever
Penyebab underachiever, Butler-Por menyatakan
bahwa underachievement bukan disebabkan karena ketidakmampuan untuk melakukan
suatu dengan lebih baik,tetapi karena pilihan-pilihan yang dilakukan dengan
sadar atau tidak sadar.
3. Slow
leaner
Pengertian slow leaner menurut para ahli :
a. Chaplin
Slow learning yaitu suatu istilah nonteknis
yang dengan berbagai cara dikenakan pada anak-anak yang sedikit terbelakang
secara mental, atau yang berkembang lebih lambat daripada kecepatan normal.
b. Burton
Slow learning adalah anak dengan tingkat penguasaan
materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan
di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang.
1) Ciri-ciri slow learning
Karakteristik dari individu yang mengalami
slow learning :
a. Fungsi
kemampuan di bawah rata-rata pada umumnya.
b. Memiliki
kecanggungan dalam kemampuan menjalin hubungan intrapersonal.
c. Memiliki
kesulitan dalam melakukan perintah yang bertahap.
d. Tidak
memiliki tujuan dalam menjalani kehidupannya
e. Memiliki
berbagai kesulitan internal seperti; keterampilan mengorganisasikan, kesulitan
transfer belajar, dan menyimpulkan infromasi.
f. Memiliki
skor yang rendah dengan konsisten dalam beberapa tes.
g. Memiliki
pandangan mengenai dirinya yang buruk.
h. Mengerjakan
segalanya secara lambat.
i. Lambat
dalam penguasaan terhadap sesuatu.
2) Penyebab slow
learning
a) Kemiskinan
Kemiskinan merupakan factor utama dari slow learning di negara berkembang. Kemiskinan menyababkan banyak kekurangan mental dan moral yang pada akhirnya mempengaruhi performa siswa. Seperti ungkapan “di badan yang sehat terdapat pikiran yang sehat”.
Kemiskinan merupakan factor utama dari slow learning di negara berkembang. Kemiskinan menyababkan banyak kekurangan mental dan moral yang pada akhirnya mempengaruhi performa siswa. Seperti ungkapan “di badan yang sehat terdapat pikiran yang sehat”.
b) Factor
emosional
Semua anak pasti mengalami
permasalahan emosional, tetapi slow learner mengalami permasalahan yang serius
dan untuk waktu yang lama sehingga sangat mengganggu proses belajar mereka.
Permasalahan emosional ini berakibat pada prestasi akademis yang rendah,
hubungan interpersonal yang tidak baik, dan harga diri yang rendah. Bagian
penting dalam perkembangan personal, social dan emosional adalah konsep diri
dan harga diri.
c) Factor
pribadi
Factor pribadi meliputi
kelainan bentuk fisik (deformity), kondisi patologi/ penyakit badan, dan
kekurangan penglihatan, pendengaran dan percakapan dapat mengarah pada slow
learning. Factor pribadi juga meliputi penyakit yang lama atau ketidakhadiran
di sekolah untuk waktu yan lama ddan kurangnya kepercayaan diri. Ketika mereka
lama tidak masuk sekolah tentu saja mereka akan tertinggal dari teman mereka.
Hal ini pada akhirnya mempengaruhi kepercayaan diri mereka dan menciptakan
kondisi yang mengarah pada slow learning.
C. Konsep Belajar
menurut Tokoh-Tokoh Islam
1. Al-Ghazali
Beliau merupakan seorang filsuf
pendidikan di kalangan Islam. Dalam pemahaman beliau pendekatan belajar dalam
mencari ilmu dapat dilakukan dengan melakukan dua pendekatan, yakni ta’lim
insani dan ta’lim rabbani. Ta’lim insani adalah belajar dengan bimbingan
manusia. Pendekatan ini merupakan hal yang lazim dilakukani oleh manusia dan
biasanya menggunakan alat indrawi yang diakui oleh orang yang berakal. Menurut Al
Ghazali, dalam proses belajar mengajar sebenarnya terjadi eksplorasi
pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan-perubahan perilaku. Dalam proses
ini, anak didik akan mengalami proses mengetahui yaitu proses abstraksi.[5]
2. Al-Zarnuji
Menurut al-Zarnuji, belajar bernilai
ibadah dan mengantarkan seseorang untuk memperoleh kebahagiaan duniawi dan
ukhrawi. Karenanya, belajar harus diniati untuk mencari ridha Allah,
kebahagiaan akhirat, mengembangkan dan melestarikan Islam, mensyukuri nikmat
akal, dan menghilangkan kebodohan. Dimensi duniawi yang dimaksud adalah sejalan dengan
konsep pemikiran para ahli pendidikan, yakni menekankan bahwa proses
belajar-mengajar hendaknya mampu menghasilkan ilmu yang berupa kemampuan pada
tiga ranah yang menjadi tujuan pendidikan atau pembelajaran, baik ranah
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Adapun dimensi ukhrawi, Al-Zarnuji
menekankan bahwa belajar sebagaiproses untuk
mendapat ilmu hendaknya diniati untuk beribadah. Artinya, belajar sebagai
manifestasi perwujudan rasa syukur manusia sebagai seorang hamba kepada Allah
SWT yang telah mengaruniakan akal. Lebih dari itu, hasil dari proses belajar-mengajar
yang berupa ilmu (kemampuan dalam tiga ranah tersebut), hendaknya dapat
diamalkan dan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemaslahatan diri dan manusia.
Buah ilmu adalah amal. Pengamalan serta pemanfaatan ilmu hendaknya dalam
koridor keridhaan Allah, yakni untuk mengembangkan dan melestarikan agama Islam
dan menghilangkan kebodohan, baik pada dirinya maupun orang lain. Inilah buah
dari ilmu yang menurut al-Zarnuji akan dapat menghantarkan kebahagiaan hidup di
dunia maupun akhirat kelak. Menurut
Al-Zarnuji, seseorang yang sedang belajar harus memiliki 6 syarat agar mudah
mendapatkan ilmu. Jika 6 sayarat tersebut tidak dipenuhi, individu akan
mengalami kesulitan belajar. Berdasarkan pendapat al-Zarnuji 6 faktor yang jika
salah satunya tidak terpenuhi, maka individu akan mengalami kesulitan belajar,
yaitu :
1.
cerdas
2.
semangat
3.
sabar
4.
memiliki
biaya
5.
ada
guru
6.
dalam
waktu yang lama/kontinuitas.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesulitan adalah keadaan
yang sulit, dalam kesulitan dan dalam kesusahan. Dalam hal ini, berarti
kesulitan mengandung makna sulit berbuat sesuatu yang berarti suatu kondisi
yang memperlihatkan ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai suatu
kegiatan, dimana kesulitan yang dimaksud dalam kajian ini adalah kesulitan
belajar yang berarti kesulitan tersebut kepada aktivitas belajar. Nana Sudjana
mengatakan “belajar adalah proses yang aktif, belajar adalah mereaksi terhadap
semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang
diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar
adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu.
Kesulitan
belajar menurut para ahli, menurut
Hammil “menunjuk pada sekelompok kesulitan yang memanifestasikan
dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan
mendengar, mencakup-cakup,membaca, menulis, menalar, atau kemampuan dalam
bidang studi tertentu. Berdasarkan
pendapat al-Zarnuji 6 faktor yang jika salah satunya tidak terpenuhi, maka
individu akan mengalami kesulitan belajar, yaitu :
1.
cerdas
2.
semangat
3.
sabar
4.
memiliki
biaya
5.
ada
guru
6.
dalam
waktu yang lama/kontinuitas.
DAFTAR PUSTAKA
semiawan Conny, 1997.Perspektif pendidikan
anak berbakat, Jakarta : Grasido.
Makmun Abin Syamsuddin, 2001. psikologi pendidikan.Banddung
: PT.Remaja
Rosdakarya.
Juwariyah, 2010. Dasar-dasar pendidikan anak
dalam Al-Qur’an., Yogyakarta: Teras.
Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, 2002, Upaya
Optimalisasi Kegiatan belajar mengajar, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Sudjana,Nana, 1987, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung:
Balai Pustaka.
(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2002), Hal.4
[4]
Abin Syamsuddin Makmun,
psikologi pendidikan.( Banddung : rosda,2001 ). Hal 274
Tidak ada komentar:
Posting Komentar